Sudah satu tahun lebih ketika kita saling bertemu,
bertemu dalam ketidak sengajaan. Aku tahu kamu , tapi aku tak mengenalmu.
Wajahmu yang angkuh membuatku merasa sebal denganmu. Tahukah kamu, dulu aku
menganggapmu sebagai laki-laki yang angkuh dan egois. Sampai pada hari itu, aku
masih ingat betul. Pertemuan yang tak sengaja terjadi , perkenalan yang
tiba-tiba. Wajahku yang gugup mungkin tak terbaca olehmu. Gugup karna kamu,
kamu adalah orang yang aku anggap angkuh dan saat itu aku harus berkenalan
denganmu. Kamu pasti masih ingat,saat itu aku dan temanku meminta tolong padamu
untuk mengambilkan pesanan id card kami. karna hanya rumahmu yang dekat dengan
percetakan itu. aku memberikanmu uang, uang id card yang mempertemukan kita.
Kita saling bertatap namun aku belum merasakan rasa sayang seperti yang aku
rasakan saat ini. Tatapan kita masih biasa seperti orang yang baru berkenalan.
Aku tak bisa membaca fikiranmu saat kamu menatapku. Saat itu aku masih abu denganmu
, aku masih menganggap bahwa perkenalan kita hanya sebentar. Sampai id card ada
ditanganku. Lalu kita kembali seperti biasa. Tak saling menyapa hanya sebatas
tahu. Seperti itulah yang aku fikirkan. Tapi ternyata salah, perkiraanku salah.
Kamu menyembunyikan sedikit rasa yang berbeda tanpa aku ketahui. Terselip rasa
menggelitik ,rasa yang menarikku ingin menanggapi jailanmu. Entah apa yang
membuatkku tidak bisa mengabaikanmu.
Setelah itu kita saling lebih menyapa. Setiap
pertemuan kita di koridor sekolah kamu selalu mengejekku, Menjailiku. Saat itu
aku hanya merasa aneh kenapa kamu seperti itu kepadaku. Aku terkekeh, tertawa
saat melihat ekpresimu itu. hmm rasanya aku ingin kembali kesana. Mungkin saat
itu kamu masih belum merasakan sakit karnaku. Mungkin saat itu kita masih lugu.
Aku masih belum tahu bahwa aku akan meraskan sakit yng amat dalam karnamu. Kita
masih tak tahu apa-apa. Yang kita tahu hanya saling melempar senyum.
Saat itu kamu meminta ingin menelpon ku, kamu masih
ingat? dan kamu menelponku. Kemudian dalam beberapa menit suaramu mulai gemetar
dan gagu. Kamu menyatakan cinta padaku. Kamu masih ingat ?. lalu aku tidak
langsung menjawab. Aku meminta jika kamu sungguh-sungguh kamu harus berani
menemuiku langsung. Dan kamu melakukan itu. ya kamu melakukan itu!
Hari-hari pun kita lalui bersama setelah aku
menjawab ‘iya’ atas pertanyaanmu itu. Bahagia , ya satu kata itu yang kurasakan
saat itu. Mr. W begitu aku memanggilmu dan kamu memanggilku Mrs. W. 5 bulan
sudah kita menjalani hubungan yang kita sebut “pacaran”. Mr. W mungkin 5 bulan
itu tidak berarti apa-apa buatmu, tapi bagiku aku mulai merasakan rasa cinta
yang semakin dalam aku rasakan. Hanya kamu yang ingin aku miliki selamanya.
Sampai suatu ketika kau mengucap janji bahwa kamu hanya ingin menikah hanya
denganku. Entah setan apa yang merasukimu tapi itu sebuah janji. Sering kali
seseorang mengucap janji tapi janji itu terlupakan, terabaikan begitu saja.
Mungkinkah itu hanya sebatas cinta monyetmu? Belakangan ini aku sering berfikir
akan hal itu. apalah arti cinta monyet? Aku terkekeh menyadari bahwa ucapanmu
hanyalah sebuah ucapan yang tak lain dari bagian cinta monyet,tak ada makna
mendalam.
Sekarang sejak satu tahun kita mengakhiri segalanya.
Kamu sudah tumbuh menjadi pria yang lebih dewasa. Tubuhmu yang semakin kekar
terlihat bentukan-bentukan otot dan tatapan matamu yang semakin tajam. Sebegitu
banyak perubahan-perubahan pada dirimu. Sementara aku, yang masih menyimpan
erat perasaan cinta yang teramat dalam. Ketika kemarin terakhir kali aku
berpapasan denganmu di koridor sekolah, semua teman-temanmu menyorakimu
meledekku dengan menyebutkan namamu. Dan kamu yang tersenyum malu di
tengah-tengah mereka sembari menatapku yang lewat dihadapanmu. Setidaknya aku
lega karna kamu belom mendapatkan penggantiku.
Kamu bilang kamu masih menyimpan perasaan yang sama
ketika aku bertanya. Tapi kamu bersikap seolah-olah kamu tidak menginginkan aku
kembali kedalam pelukanmmu. Seperti ada sebuah benteng yang kamu bangun khusus
untukku agar aku tidak kembali masuk kedalam wilayahmu. Aku menyadari bahwa
kamu tidak menginginkanku lagi. Ya seharusnya aku sadar hal itu dari dulu.
Mungkin aku tidak akan tersiksa terlalu lama seperti ini. Mungkin aku bisa
menemukan seseorang yang lebih tulus menyayangiku. Kamu pikir aku tak berusaha
untuk mencari penggantimu ? jika Tuhan menghendaki aku pasti sudah bertemu
dengan pelabuhan baru.